Sitti Fatimah Rauf
Hari pengumuman kelulusan
tingkat SMA akhirnya tiba juga, hari yang sebenarnya
masih jauh di khayalanku. Hari yang sebenarnya tak ingin aku lalui. Hari yang
pastinya akan membawa kebahagiaan,
namun tak jarang membawa kesedihan yang mendalam. PERPISAHAN.
Aku keluar dari ruang kepala sekolah dengan hati bimbang.
“Apakah aku harus melanjutkan sekolahku
atau hanya sampai tingkat SMA saja. Aku sudah cukup membuat orang tuaku menderita dengan semua
biaya-biayaku selama di SMA ini.” Ucapku
meringis dalam hati seraya mengurai
air mata.
Aku berada dalam
posisi yang sangat menyebalkan, aku sangat membenci situasi ini. Situasi
diantara 2 pilihan , itulah yang biasa orang banyak umpamakan seperti buah Simalakama. Buah yang sebenarnya tak
pernah aku lihat wujudnya apalagi rasanya, aku hanya mendengar kata itu dari
guru mata pelajaran bahasa Indonesiaku Pak Jamal.
****
Disatu sisi,
diri ini ingin sekali untuk melanjutkan sekolah
kejenjang perguruan tinggi. Tapi
disisi lain, aku tidak ingin memberatkan kedua orang tuaku. Apakah aku tega melihat kedua orang tuaku memikul beban untuk
kedua kalinya yang selama ini mereka pikul dengan biaya sekolahku yang begitu
banyak. Mereka tak kenal pekerjaan apa asal halal mereka lakukan demi mendapatkan
uang untukku.
Masih
teringat kata-kata mereka tatkala aku akan masuk ke SMA NEGERI 2 Barru “Belajar yang baik Nak, tidak usah kamu
pikirkan uang untuk sekolahmu itu urusan Ibu dan Bapak. Kamu belajar yang baik
Nak, ingat kamu anak emas kami.”
Tak
terasa air mata berlinangan di wajah ini, rasa sedih kembali menggelayuti
perasaan ini.
Tidak mau
berlarut-larut dalam kesedihan dan kebingungan,
aku memutuskan untuk pulang kerumah
dan berusaha menampilkan wajah yang ceria. Yah, tidak lain supaya kedua orang tuaku tidak curiga dan bertanya-tanya.
****
Akupun menuju ke jalan raya mencari angkutan umum yang akan mengantarkanku ke rumah.
Ditengah perjalanan aku berusaha untuk melupakan semua
fikiranku itu tadi. Namun sulit rasanya untuk melupakannya. “Bagaimana dengan
nasibku kedepannya?” Ucapku membatin.
Aku terdiam di mobil
itu, tanpa sepengetahuanku penumpang
lain ternyata memperhatikanku.
Tersadar dengan semua itu, aku langsung saja menunduk malu dan sesekali
memerhatikan jalan apakah rumahku masih jauh atau sudah dekat.
Selang beberapa menit, mobil telah memasuki jalan menuju lorong
rumahku.
Aku segera memperbaiki bajuku dan mengambil tas bersiap-siap turun.
Tak lama mobilpun
berhenti, akupun segera turun dan membayar sewa
mobil itu dan langsung masuk kedalam rumah.
****
Belum sampai aku
memasuki kamar, tiba-tiba terdengar panggilan untukku.
“Ima…” Panggil Ibu.
“Iya Bu, ada apa?” Jawabku sedikit takut.
“Kemari sebentar Nak,
Ibu dan Bapak
ingin bicara.” Jelas ibu
menerangkan.
Tanpa membalas ucapan Ibu, aku langsung masuk kedalam kamar dan menaruh
tasku di kasur, lalu ke ruang keluarga yang sebenarnya tak
dapat dikatakan ruang keluarga karena tidak cukup besar untuk beberapa orang. Tapi bagiku tempat itu, tempat yang
paling Indah.
Tampat yang selalu aku rindukan tatkala pulang dari asrama.
“Duduk Nak.” Perintah Ibu.
Akupun langsung
duduk didepan Ibu dan Ayahku.
“Bagaimana dengan pengumuman tadi? Kamu lulus? “ Tanya Ibu penasaran.
“Syukur Alhamdulillah Bu, aku lulus.” Balasku memberi jawaban dari pertanyaan Ibu.
Aku terdiam sejenak, memohon agar pertanyaan itu tak muncul. Namun, baru
saja aku menghela nafas panjang pertanyaan itu muncul juga dari mulut Ibu.
“Nak, apa Kamu
ingin melanjutkan sekolahmu?” Tanya Ibu lagi.
“Memangnya ada apa Bu?
Balasku
bertanya.
“Begini Nak, Tantemu
tadi mengabari Ibu kalau dia ingin mebiayai Kamu sekolah di Bogor.”
Terang Ibu
dengan raut wajah sedih.
“Mau sekali Bu!” Jawabku kegirangan mengiyakannya tanpa melihat
bahwa Ibuku nampak sedih.
“Baiklah Nak, kalau begitu Kamu urus tiketmu sekarang dan besok berangkat ke Bogor.” Perintah Ibu.
“Kenapa cepat sekali Bu?” Tanyaku kebingungan.
“Kata Tantemu, Kamu harus secepatnya kesana supaya
bisa bimbel dulu sebelum Kamu
masuk kuliah.” Jelas
Ibu lagi .
“Baiklah Bu, aku berangkat besok.” Ucapku mengiyakan lagi.
****
Keesokan harinya, akupun berangkat ke Bogor.
Di
tengah perjalananpun,
aku kembali berfikir ”Apakah keputusanku ini sudah tepat?
Apa aku bisa meninggalkan kedua
orang tuaku untuk kesekian kalinya, menjauh dari dekapan kedua orang tua lagi?” Ucap hati membatin.
****
“Semoga saja ini keputusan yang terbaik untukku
kedepannya.”
“Semoga
saja ini keputusan yang terbaik untukku kedepannya.”
Kalimat
itu yang senantiasa aku ucapkan, dalam perjalananku semoga aku tak salah
memilih keputusan. Aamiin.
****
Tak lama, akupun
sampai di Bogor.
Tanteku sedari tadi menunggu ingin menjemputku di halte. Setelah bertemu denganku, kamipun langsung menuju ke rumahnya.
Sampai di rumah Tante, aku langsung diajak ke kamarku nantinya.
“Besok Tante
ajak Kamu ke
tempat kuliah yang sudah Tante rekomendasikan ya Ima?” Ucap Tanteku menjelaskan.
“Besok? Kenapa cepat sekali Tante? Bukankah pendaftaran
masih lama?” Ucapku penuh tanya.
“Iya, Kamu
kan cerdas, jadi Kamu langsung saja masuk kuliah. Ikut dengan pendaftar tahun
lalu.” Jelas Tante Ani.
“Memangnya
bisa Tan?” Ucapku seakan tak percaya.
“Tenang saja, universitas itu salah satu
cabang penyaluran saham Tante, Kamu tinggal menyesuaikan diri saja nantinya. Sekarang istirahatlah!” Ucap Tante Ani lagi menjelaskan.
Tante
Ani pun keluar dari kamarku, aku langsung istirahat. Karena memang badanku
semuanya masih pegal-pegal.
****
Keesokan
harinya. . . .
“Ima.
. . bangun Nak!” Teriakan Tante Ani membangunkanku.
“Iya
Tante.” Jawabku langsung karena memang sedari tadi subuh aku sudah bangun.
Tante
Ani masuk ke kamarku.
“Eh,
ternyata Kamu sudah bangun?” Tanya Tante Ani.
“Iya
Tante, dari tadi subuh saya sudah bangun.” Jawabku dengan nada bersemangat.
“Baguslah.
Memang tidak salah Tante memilih menguliahkanmu, Kamu sudah cerdas, sopan rajin
pula. Sekarang siap-siap lalu sarapan dan kita ke Universitas Bogor.Tante
tunggu dibawah!” Ucap Tante Ani seraya keluar dari kamar.
Akupun
segera bersiap-siap dan turun ke ruang makan untuk sarapan.
Setelah
beberapa menit sarapan. Aku dan tante Ani pun berangkat ke Universitas Bogor.
“Ima
mau ambil jurusan apa?” Tanya Tante Ani.
“Hmm,
sebenarnya belum tau Tante. Masih bingung!” Jawabku bingung.
“Memangnya
Kamu mau jadi apa nantinya?” Tanya Tante Ani lagi.
“Sebenarnya
aku ingin menjadi seorang Dosen bahasa indonesia sekaligus penulis Tante.”
Jawabku terbata-bata.
“Oh,
itu cita-cita yang bagus. Tante dukung Kamu.” Ucap Tante Ani dengan nada bahagia.
Tak
terasa kami pun sampai di Universitas Bogor. Semua staf dan dosen-dosen disana
langsung keluar dan menjamu Tante Ani. Memang betul Tante Ani, salah satu
pemegang saham di Universitas ini. Salah seorang staf disana diperintahkan
Tanteku untuk mengurus pendaftaranku.
Setelah
pendaftaran selesai, akupun diantar orang tadi menuju ke ruanganku, sementara
Tanteku pergi entah kemana. Sepertinya mengecek ruangan-ruangan di Universitas
ini.
Selang
beberapa menit, akupun sampai di ruangan kelasku. Orang itupun, mengajakku
masuk dan memperkenalkan ku kepada Dosen yang ketika itu mengajar.
“Pak
ini Ima, keponakan dari Ibu Ani.” Ucap orang itu memperkenalkan.
“Oh,
ini Ima. Silahkan duduk Nak.” Perintah Dosen itu seraya tersenyum.
Orang
yang tadi membawaku ke ruangan ini, ternyata mahasiswi kelas ini juga. Dengan
kata lain, dia teman jurusanku.
“Oh
Iya, sedari tadi aku belum tau nama Kamu? Perkenalkan namaku Ima. Kamu?” Ucapku
memperkenalkan seraya menjulurkan tanganku.
“Aku
Akbar, senang berkenalan denganmu. Semoga Kamu bisa betah yah di kelas ini.
Kalau ada keperluan jangan sungkan beritahu Aku.” Ucap Akbar dengan ramahnya.
“Oh
iya, terima kasih sebelumnya.” Ucapku bahagia mendapatkan teman baru.
“Iya
sama-sama.” Ucap Akbar seraya tersenyum.
****
Jam
pelajaran pertama pun selesai, Akupun segera keluar begitu pun dengan Akbar.
“Ibu
Ani tadi menyuruhku mengantarmu pulang.” Ucap Akbar dengan ramahnya.
“Apa
aku tidak merepotkan?” Ucapku kemudian.
“Ya
tidaklah, ayok aku antar. Tunggu disini sebentar aku ambil motor dulu.” Ucap
Akbar seraya mengambil motornya.
“Iya.”
Jawabku singkat.
Tak
lama Akbarpun datang dengan motornya kemudian mengantarku pulang.
“Asal
daerah Kamu dimana?” Tanya Akbar kemudian.
“Aku
asal SULAWESI SELATAN, lebih tepatnya daerah Barru.” Jawabku dengan
semangatnya.
“Oh
Barru, aku pernah tinggal disana juga dulu waktu kecil.” Ucap Akbar lagi.
“Oh
iya yah?” Tanyaku seakan tak percaya.
“Iya.
Aku bahkan pernah sekolah 3 tahun di SD 05 Barru.” Jawabnya meyakinkan.
“Hah?
SD 05? Itu SD ku dulu loh.” Ucapku tak percaya.
“Hahaha
ternyata dunia memang tidak sempit yah.” Ucap Akbar seraya tertawa.
Tak
lama bercengkrama, aku dan Akbarpun sampai di rumah tante Ani. Akbar langsung
pulang tak sempat singgah.
“Eh,
Kamu sudah pulang toh Ima.” Sapa Tante Ani.
“Iya
Tante, tadi diantar Akbar.” Jawabku dengan nada ceria.
“Oh
iya, memang tante yang suruh Dia mengantarmu tadi.” Ucap Tante Ani kemudian.
“Iya
Tante, dari tadi pas di Universitas dia yang selalu membantuku. Orangnya baik
Tan.” Ucapku membanggakan Akbar.
“Iya,
Akbar memang anak yang baik. Selain baik, dia juga cerdas seperti kamu loh. Dia
ikut akselerasi 2x.” Ucap Tante membanggakan Akbar pula.
“Wah,
hebat ya berarti dia seumuran dengan Ima Tante.” Ucapku dengan wajah bahagia.
“Iya.
Sudah dulu yah Ima, Tante ada acara di luar dan sepertinya pulang malam. Kalau
ada apa-apa panggil Bibi saja. Tante pergi dulu.” Ucap Tante Ani seraya
bergegas pergi.
Akupun
menuju ke kamarku dengan rasa kebahagiaan. Hari ini adalah hari yang tak akan
aku lupakan sampai kapanpun. Hari yang begitu menyenangkan. Aku berharap akan
seterusnya seperti ini.
“Semoga
aku bisa belajar dengan tekun disini dan bisa menggapai cita-citaku kelak dan
membanggakan kedua orang tuaku yang ada disana.” Ucapku membatin seraya
terlelap.
*Selesai*
No comments:
Post a Comment