Monday, 6 October 2014

Menuju Impian



Sitti Fatimah Rauf
Hari pengumuman kelulusan tingkat SMA akhirnya tiba juga, hari yang sebenarnya masih jauh di khayalanku. Hari yang sebenarnya tak ingin aku lalui. Hari yang pastinya akan membawa kebahagiaan, namun tak jarang membawa kesedihan yang mendalam. PERPISAHAN.
            Aku keluar dari ruang kepala sekolah dengan hati bimbang. “Apakah aku  harus melanjutkan sekolahku atau hanya sampai tingkat SMA saja. Aku sudah cukup membuat orang tuaku menderita dengan semua biaya-biayaku selama di SMA ini.” Ucapku meringis dalam hati seraya mengurai air mata.
Aku berada dalam posisi yang sangat menyebalkan, aku sangat membenci situasi ini. Situasi diantara 2 pilihan , itulah yang biasa orang banyak umpamakan seperti buah Simalakama. Buah yang sebenarnya tak pernah aku lihat wujudnya apalagi rasanya, aku hanya mendengar kata itu dari guru mata pelajaran bahasa Indonesiaku Pak Jamal.
****
Disatu sisi, diri ini ingin sekali untuk melanjutkan sekolah kejenjang perguruan tinggi. Tapi disisi lain, aku tidak ingin memberatkan kedua orang tuaku. Apakah aku tega melihat kedua orang tuaku memikul beban untuk kedua kalinya yang selama ini mereka pikul dengan biaya sekolahku yang begitu banyak. Mereka tak kenal pekerjaan apa asal halal mereka lakukan demi mendapatkan uang untukku.
Masih teringat kata-kata mereka tatkala aku akan masuk ke SMA NEGERI 2 Barru “Belajar yang baik Nak, tidak usah kamu pikirkan uang untuk sekolahmu itu urusan Ibu dan Bapak. Kamu belajar yang baik Nak, ingat kamu anak emas kami.”
Tak terasa air mata berlinangan di wajah ini, rasa sedih kembali menggelayuti perasaan ini.
Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan dan kebingungan, aku memutuskan untuk pulang kerumah dan berusaha menampilkan wajah yang ceria. Yah, tidak lain supaya kedua orang tuaku tidak curiga dan bertanya-tanya.
****
 Akupun menuju ke jalan raya mencari angkutan umum yang akan mengantarkanku ke rumah.
            Ditengah perjalanan aku berusaha untuk melupakan semua fikiranku itu tadi. Namun sulit rasanya untuk melupakannya. “Bagaimana dengan nasibku kedepannya?” Ucapku membatin.
Aku terdiam di mobil itu, tanpa sepengetahuanku penumpang lain ternyata memperhatikanku.
Tersadar dengan semua itu, aku langsung saja menunduk malu dan sesekali memerhatikan jalan apakah rumahku masih jauh atau sudah dekat.
Selang beberapa menit, mobil telah memasuki jalan menuju lorong rumahku. Aku segera memperbaiki bajuku dan mengambil tas bersiap-siap turun.
 Tak lama mobilpun berhenti, akupun segera turun dan membayar sewa mobil itu dan langsung masuk kedalam rumah.
****
Belum sampai aku memasuki kamar, tiba-tiba terdengar panggilan untukku.
Ima… Panggil Ibu.
Iya Bu, ada apa?” Jawabku sedikit takut.
Kemari sebentar Nak, Ibu dan Bapak ingin bicara. Jelas ibu menerangkan.
Tanpa membalas ucapan Ibu,  aku langsung masuk kedalam kamar dan menaruh tasku di kasur, lalu ke ruang keluarga yang sebenarnya tak dapat dikatakan ruang keluarga karena tidak cukup besar untuk beberapa orang. Tapi bagiku tempat itu, tempat yang paling Indah. Tampat yang selalu aku rindukan tatkala pulang dari asrama.
“Duduk Nak.” Perintah Ibu.
Akupun langsung duduk didepan Ibu dan Ayahku.
            “Bagaimana dengan pengumuman tadi? Kamu lulus? “ Tanya Ibu penasaran.
            “Syukur Alhamdulillah Bu, aku lulus.” Balasku memberi jawaban dari pertanyaan Ibu.
            Aku terdiam sejenak, memohon agar pertanyaan itu tak muncul. Namun, baru saja aku menghela nafas panjang pertanyaan itu muncul juga dari mulut Ibu.
“Nak, apa Kamu ingin melanjutkan sekolahmu?” Tanya Ibu lagi.
            “Memangnya ada apa Bu? Balasku bertanya.
            Begini Nak,  Tantemu tadi mengabari Ibu kalau dia ingin mebiayai Kamu sekolah di Bogor.” Terang Ibu dengan raut wajah sedih.
            “Mau sekali Bu!Jawabku kegirangan mengiyakannya tanpa melihat bahwa Ibuku nampak sedih.
            “Baiklah Nak, kalau begitu Kamu urus tiketmu sekarang dan besok berangkat ke Bogor.” Perintah Ibu.
            Kenapa cepat sekali Bu?” Tanyaku kebingungan.
Kata Tantemu,  Kamu harus secepatnya kesana supaya bisa bimbel dulu sebelum Kamu masuk kuliah.” Jelas Ibu lagi .
“Baiklah Bu, aku berangkat besok.” Ucapku mengiyakan lagi.
****
Keesokan harinya, akupun berangkat ke Bogor.
Di tengah perjalananpun, aku kembali berfikir  ”Apakah keputusanku ini sudah tepat? Apa aku bisa meninggalkan kedua orang tuaku untuk kesekian kalinya, menjauh dari dekapan kedua orang tua lagi?” Ucap hati membatin.
****
 Semoga saja ini keputusan yang terbaik untukku kedepannya.
Semoga saja ini keputusan yang terbaik untukku kedepannya.
Kalimat itu yang senantiasa aku ucapkan, dalam perjalananku semoga aku tak salah memilih keputusan. Aamiin.
****
Tak lama, akupun sampai di Bogor.
 Tanteku sedari tadi menunggu ingin menjemputku di halte. Setelah bertemu denganku, kamipun  langsung menuju ke rumahnya.
Sampai di rumah Tante, aku langsung diajak ke kamarku nantinya.
Besok Tante ajak Kamu ke tempat kuliah yang sudah Tante rekomendasikan ya Ima?” Ucap Tanteku menjelaskan.
Besok? Kenapa cepat sekali Tante? Bukankah pendaftaran masih lama?” Ucapku penuh tanya.
Iya, Kamu kan cerdas, jadi Kamu langsung saja masuk kuliah. Ikut dengan pendaftar tahun lalu.” Jelas Tante Ani.
“Memangnya bisa Tan?” Ucapku seakan tak percaya.
Tenang saja, universitas itu salah satu cabang penyaluran saham Tante, Kamu tinggal menyesuaikan diri saja nantinya. Sekarang istirahatlah!” Ucap Tante Ani lagi menjelaskan.
Tante Ani pun keluar dari kamarku, aku langsung istirahat. Karena memang badanku semuanya masih pegal-pegal.
****
Keesokan harinya. . . .
“Ima. . . bangun Nak!” Teriakan Tante Ani membangunkanku.
“Iya Tante.” Jawabku langsung karena memang sedari tadi subuh aku sudah bangun.
Tante Ani masuk ke kamarku.
“Eh, ternyata Kamu sudah bangun?” Tanya Tante Ani.
“Iya Tante, dari tadi subuh saya sudah bangun.” Jawabku dengan nada bersemangat.
“Baguslah. Memang tidak salah Tante memilih menguliahkanmu, Kamu sudah cerdas, sopan rajin pula. Sekarang siap-siap lalu sarapan dan kita ke Universitas Bogor.Tante tunggu dibawah!” Ucap Tante Ani seraya keluar dari kamar.
Akupun segera bersiap-siap dan turun ke ruang makan untuk sarapan.
Setelah beberapa menit sarapan. Aku dan tante Ani pun berangkat ke Universitas Bogor.
“Ima mau ambil jurusan apa?” Tanya Tante Ani.
“Hmm, sebenarnya belum tau Tante. Masih bingung!” Jawabku bingung.
“Memangnya Kamu mau jadi apa nantinya?” Tanya Tante Ani lagi.
“Sebenarnya aku ingin menjadi seorang Dosen bahasa indonesia sekaligus penulis Tante.” Jawabku terbata-bata.
“Oh, itu cita-cita yang bagus. Tante dukung Kamu.” Ucap Tante Ani dengan nada bahagia.
Tak terasa kami pun sampai di Universitas Bogor. Semua staf dan dosen-dosen disana langsung keluar dan menjamu Tante Ani. Memang betul Tante Ani, salah satu pemegang saham di Universitas ini. Salah seorang staf disana diperintahkan Tanteku untuk mengurus pendaftaranku.
Setelah pendaftaran selesai, akupun diantar orang tadi menuju ke ruanganku, sementara Tanteku pergi entah kemana. Sepertinya mengecek ruangan-ruangan di Universitas ini.
Selang beberapa menit, akupun sampai di ruangan kelasku. Orang itupun, mengajakku masuk dan memperkenalkan ku kepada Dosen yang ketika itu mengajar.
“Pak ini Ima, keponakan dari Ibu Ani.” Ucap orang itu memperkenalkan.
“Oh, ini Ima. Silahkan duduk Nak.” Perintah Dosen itu seraya tersenyum.
Orang yang tadi membawaku ke ruangan ini, ternyata mahasiswi kelas ini juga. Dengan kata lain, dia teman jurusanku.
“Oh Iya, sedari tadi aku belum tau nama Kamu? Perkenalkan namaku Ima. Kamu?” Ucapku memperkenalkan seraya menjulurkan tanganku.
“Aku Akbar, senang berkenalan denganmu. Semoga Kamu bisa betah yah di kelas ini. Kalau ada keperluan jangan sungkan beritahu Aku.” Ucap Akbar dengan ramahnya.
“Oh iya, terima kasih sebelumnya.” Ucapku bahagia mendapatkan teman baru.
“Iya sama-sama.” Ucap Akbar seraya tersenyum.
****
Jam pelajaran pertama pun selesai, Akupun segera keluar begitu pun dengan Akbar.
“Ibu Ani tadi menyuruhku mengantarmu pulang.” Ucap Akbar dengan ramahnya.
“Apa aku tidak merepotkan?” Ucapku kemudian.
“Ya tidaklah, ayok aku antar. Tunggu disini sebentar aku ambil motor dulu.” Ucap Akbar seraya mengambil motornya.
“Iya.” Jawabku singkat.
Tak lama Akbarpun datang dengan motornya kemudian mengantarku pulang.
“Asal daerah Kamu dimana?” Tanya Akbar kemudian.
“Aku asal SULAWESI SELATAN, lebih tepatnya daerah Barru.” Jawabku dengan semangatnya.
“Oh Barru, aku pernah tinggal disana juga dulu waktu kecil.” Ucap Akbar lagi.
“Oh iya yah?” Tanyaku seakan tak percaya.
“Iya. Aku bahkan pernah sekolah 3 tahun di SD 05 Barru.” Jawabnya meyakinkan.
“Hah? SD 05? Itu SD ku dulu loh.” Ucapku tak percaya.
“Hahaha ternyata dunia memang tidak sempit yah.” Ucap Akbar seraya tertawa.
Tak lama bercengkrama, aku dan Akbarpun sampai di rumah tante Ani. Akbar langsung pulang tak sempat singgah.
“Eh, Kamu sudah pulang toh Ima.” Sapa Tante Ani.
“Iya Tante, tadi diantar Akbar.” Jawabku dengan nada ceria.
“Oh iya, memang tante yang suruh Dia mengantarmu tadi.” Ucap Tante Ani kemudian.
“Iya Tante, dari tadi pas di Universitas dia yang selalu membantuku. Orangnya baik Tan.” Ucapku membanggakan Akbar.
“Iya, Akbar memang anak yang baik. Selain baik, dia juga cerdas seperti kamu loh. Dia ikut akselerasi 2x.” Ucap Tante membanggakan Akbar pula.
“Wah, hebat ya berarti dia seumuran dengan Ima Tante.” Ucapku dengan wajah bahagia.
“Iya. Sudah dulu yah Ima, Tante ada acara di luar dan sepertinya pulang malam. Kalau ada apa-apa panggil Bibi saja. Tante pergi dulu.” Ucap Tante Ani seraya bergegas pergi.
Akupun menuju ke kamarku dengan rasa kebahagiaan. Hari ini adalah hari yang tak akan aku lupakan sampai kapanpun. Hari yang begitu menyenangkan. Aku berharap akan seterusnya seperti ini.
“Semoga aku bisa belajar dengan tekun disini dan bisa menggapai cita-citaku kelak dan membanggakan kedua orang tuaku yang ada disana.” Ucapku membatin seraya terlelap.
*Selesai*

No comments:

Post a Comment