Thursday, 26 December 2019

One Fine Day

Fadhilah Putri Arina

Pagi yang sangat sunyi, seperti biasa, aku hanya memandangi fajar yang sama dan ditempat yang sama. Sebuah pertanda berawalnya cerita. Melewati kegelapan di mana-mana. Menunggu datangnya senja. Sementara suara gemuruh terdengar begitu nyaring. Aku tidak peduli. Jariku tetap mengikuti pola gambar di atas kertas putih itu. Diiringi alunan melodi piano yang berasal dari speaker mini di atas meja.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00. Gambar ini aku putuskan akan kulanjutkan di sekolah. Aku segera berangkat ke sekolah. Menggantungkan ransel di lenganku dan segera berlari. Aku mendengar panggilan itu.
“Letta!.” Panggil mama.
Sengaja kuhiraukan. Malas untuk berbicara dengan mama pagi ini. Lagipula aku harus kesekolah. Aku takut akan terlambat.
~~~
                “Pagi Gara!.” Teriakku pada Gara yang sedang memainkan ponselnya.
                “Aaa.....Letta, aku fikir siapa. Bikin kaget saja.” Balas Gara dengan wajah kagetnya yang sangat lucu bagiku.
                “Hehe...maaf! Hanya menyapa saja.” Lanjutku dengan sedikit tertawa.
                Basgara Yudha. Sahabatku paling setia, sejati, selamanya dan terbaiklah pokoknya. Sahabat yang sangat perhatian dan peduli padaku. Persahabatan kami dimulai sejak SMP hingga menginjak SMA seperti sekarang. Bagaimana pun keadaanku, Gara selalu ada. Pertemanan antara wanita dan pria selama empat tahun, bagi orang-orang bukan tidak mungkin tidak ada rasa suka. Tapi aku dan Gara benar-benar hanya Sahabat. Bahkan ia sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.
                “Letta, kamu baik-baik saja?” Tanya Gara yang terlihat bingung melihatku mengeluarkan alat gambarku dan hendak melanjutkan gambarku tadi pagi.
                “Baik.” Jawabku singkat.
                “Aneh saja, setelah sekian lama bungkam dari hobi mu ini, tiba-tiba saja kamu mulai melukis lagi.” Lanjutnya.
                “Aku hanya ingin memulai semuanya dari awal, salah?” Balasku.
                “Tidak, tidak sama sekali, malah aku senang.” Kata Gara sambil tersenyum lebar padaku. Dan hal itu membuatku tertawa geli.
                Bel istirahat akhirnya berbunyi. Hal yang sangatku tunggu sedari tadi. Entah sejak peristiwa itu, aku sedikit berubah. Mulai sering banyak makan. Banyak tidur dan suka menghabiskan waktu dikamar juga di kantin sekolah. Tentu aku tidak sendiri. Selalu saja ditemani my true friend , siapa lagi jika bukan Gara.
                “Gara, kantin yuk!” Ajakku pada Gara yang tengah sibuk mengerjakan tugas.
                “Buat apa....aku sibuk!” Jawab Gara sedikit jutek.
                “Ayolah! aku lapar Garaa...” Pintaku dengan nada sedikit berubah.
                Akhirnya ia mau juga. Aku tahu sesibuk apapun Gara, dia pasti akan menuruti perkataanku. Hal itulah yang membuatku lebih betah di sekolah daripada di rumah. Perbandingan yang sangat jelas.
Dulu aku pernah sangat suka menghabiskan waktu dirumah. Tetapi, semenjak perceraian mama dan ayah, aku sangat terpukul. Terlebih lagi aku adalah anak semata wayang. Suatu hal yang tidak pernah aku bayangkan sama sekali akan terjadi di kehidupanku. Entah apa yang membuat orang tuaku memilih jalan hidup drama seperti ini. Semuanya sudah terjadi. Aku harus menjalaninya.
Hari ini aku mengajak Gara kerumah. aku hendak memperlihatkan karyaku yang selama ini telah aku kerjakan.  Sekaligus membantuku mempersiapkan diri menghadapi kompetisi melukisan yang akan kuikuti. Kebetulan sedang ada event yang akan digelar dalam waktu dekat ini.
“Mama kamu kemana?” Tanya Gara sesaat setelah tiba di rumah.
“Tidak tahu!” Ketusku .
Aku bisa melihat ekspresi Gara yang tidak suka mendengar jawabanku. Salah satu orang yang menentang pemberontakanku adalah Gara. Hakku untuk bersikap seperti ini. Ia tidak bisa memaksaku. Aku yakin Gara pasti mengerti. Apalagi mama adalah orang yang sangat sibuk sampai tidak punya waktu untukku. Mungkin hal itu pula yang menjadi pemicu perpisahan orang tuaku.
“Aku muak dengan pembicaraan orang di sekelilingku!” Kataku pada Gara sambil memegang salah satu lukisanku.
“Kamu tahu, tekadang memiliki sifat `Masa Bodo’ itu diperlukan. Khususnya ketika lisan manusia mulai menyakitimu. Kita tidak akan dihisab oleh perkataan mereka.” Ucap Gara padaku.
“Semua ini karena mama. Karena terlalu sibuk, sehingga aku yang harus menanggung semua. Rasanya benar-benar sakit mendengar pembicaraan tetangga mengenai keluargaku. Gara tidak tahukan bagaimana rasanya.” Lanjutku dengan nada yang cukup tinggi.
“Percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa, kemudian dilepaskannya satu persatu disaat yang paling tepat.” Ucapnya lagi, yang membuatku tenang seketika.
“Terima kasih Gara, selalu bisa membuatku tenang. Aku terkadang merasa bingung, mengapa aku tidak bisa menyukai pria sepertimu.” Kataku.
“Tenang saja. Setelah semua ini selesai, harapanku perasaan ini juga selesai. Sama seperti semula, bahwa semua ini tidaklah berarti apa-apa. Hanya sebuah pertemanan yang menyenangkan bahwa kita bisa saling mengenal dan menjalin persahabatan.” Ungkap Gara yang membuatku terdiam.
“Maaf.” Satu kata yang hanya bisa aku berikan pada Gara.

~~~
Malam ini aku sendiri lagi. Mama belum juga pulang dari kantor. Atau bahkan dia sudah lupa bahwa mempunyai seorang anak di rumah. Tiba-tiba saja terdengar suara mobil yang memasuki garasi. Aku berprasangka bahwa suara mobil itu milik mama.
“Mama dari mana saja? Mama lupa sekarang sudah jam berapa?” Tanyaku pada mama dengan nada tinggi.”
“Maaf sayang, tiba-tiba saja tadi ada rapat mendadak, mau tidak mau mama harus lembur.” Jawab mama yang membuatku berfikir hal itu hanyalah sebuah alasan.
“Aku lelah ma!! Setiap hari menjadi bahan pembicaraan orang-orang di sekolah, bahkan tetangga juga cerita. Lagipula, kapan mama punya waktu untuk Letta?” Balasku dengan terseduh.
Aku sangat muak malam itu. Aku berlari menuju dapur dan mengambil pisau diatas meja. Sontak mama dan pembantu di rumah panik melihat apa yang aku lakukan. Aku sudah di luar kesadaranku. Tetesan darah mulai  mengalir secara perlahan dari telapak tanganku. Mama tidak bisa menghentikanku. Terlanjur sudah aku goreskan ujung pisau ini ditelapak tanganku.
Pagi ini terasa sangat berat untuk membuka kelopak mataku. Aku merasakan perih di bagian tangan kananku. Ternyata malam itu, aku tidak sadarkan diri. Mama membawaku kerumah sakit. Orang yang pertama kali kulihat saat membuka mata adalah Gara. Seperti dugaanku raut wajah Gara pagi ini sedikit berbeda. Entah mengapa aku merasa takut.
“Kamu gila ya? Kamu tahu, apa yang sudah kamu lakukan?” Tanya Gara dengan raut wajah bingung sekaligus marah.
 “Bagaimana kamu bisa mengiikuti kompetisi dengan keadaan seperti ini!” Lanjut Gara.
Aku memalingkan wajahku, menghindari kontak mata dengan Gara. Ia tidak paham dengan apa yang sedang aku rasakan. Yang bisa aku lakukan hanyalah meminta maaf. Aku tahu dengan keadaan seperti ini akan sulit bagiku untuk mengikuti kompetisi.
Setelah hari itu aku mulai  mencoba untuk melukis kembali. Awalnya sangat sulit. Akan tetapi aku tidak menyerah, aku terus mencoba. Tiba –tiba Gara datang entah dari mana dan langsung merebut pensil ditanganku. Aku terkejut.
“Gara, kenapa diambil pensilnya?” Tanyaku kesal.
“Kamu lupa?, tangan kamu sedang sakit letta!” Jawabnya.
“Alasan dibalik mengapa aku melupakan banyak hal adalah karena memang daya ingatku lemah. Terkadang itu membuatku bersyukur, karena dengan mudah melupakan banyak rasa sakit.”
“Bicara kamu tidak rasional! Sudah, ayo ikut aku.” Balas Gara dan langsung menarikku pergi.
Gara membawaku keluar. Aku tidak tahu dia ingin membawaku kemana. Aku sangat kebingungan.
“Kenapa di restoran? Aku sudah makan tadi.” Tanyaku yang kebingungan.
“Siapa bilang kita akan makan di sini? Sudah, duduk!” Paksa Gara padaku.
Seseorang terlihat berjalan menuju ke arah kami. Aku sangat terkejut melihat siapa yang datang. Abenk Alter, seorang seniman muda yang selama ini aku kagumi. Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya. Anganku sekarang menjadi nyata. Semuai berkat Gara. Hari itu aku sangat bahagia. Bisa menerima banyak pelajaran dari Abenk yang sangat menginspirasiku.
                “Kamu dari jalan sama Gara kan? Bagaimana, menyenangkan?” Tanya mama yang tiba-tiba saja masuk kekamarku malam itu.
                “Bukan urusan mama!” Jawabku ketus.
                “Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini? Mama melakukan semua ini, demi kamu Letta!” Ucap mama meyakinkanku.
                “Aku hanya ingin mama selalu ada untuk aku, hanya itu.”
                Aku sangat ingin menceritakan semuanya kepada mama. Aku ingin mama tahu aku mengikuti kompetisi melukis dalam waktu dekat ini. Aku ingin mama tahu bahwa aku mengaharapkan kehadirannya dihari perlombaan nanti. Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi. Menghabiskan waktu di rumah saja sangat sulit ia lakukan. Bahkan, aku menjalani pemulihan pun ia tidak pernah ada di sampingku. Hanya Gara yang setia menemaniku.

~~~
Hari yang kutunggu akhirnya tiba. Aku sangat gugup. Untuk pertama kalinya aku mengikuti kompetisi sebesar ini. Sudah kupastikan, aku akan bertemu dengan pelukis-pelukis handal dan berpengalaman.
“Tenang saja, kamu pasti bisa!” Kata Gara menyemangatiku.
Suara risih itu terdengar ditelingaku dan juga Gara. Kumpulan manusia yang sedang berkomentar tentangku.
“Hhh...ternyata banyak diantara mereka yang umurnya saja yang bertambah, tapi pemikirannnya tidak berkembang.“ Ucap Gara tiba-tiba saja.
Entah mengapa aku merasa senang dan lega mendengar perkataan Gara sebelumnnya. Tapi tetap saja ada yang menjanggal. Andai saja ada mama di sini. Pasti semuanya sempurna. Gara langsung menyuruhku memasuki area perlombaan, karena sebentar lagi perlombaan akan segera dimulai. 
Aku mulai melukis. Tapi, entah mengapa rasanya berbeda. Tidak biasanya seperti ini. Aku merasa ada yang tertahan. Dari kejauhan Gara terlihat sedang menelpon seseorang. Tiba-tiba saja aku terdiam. Aku tidak menyangka dia akan datang. Mama terlihat tersenyum dan menyemangatiku dari kejauhan. Aku sangat senang. Ternyata mama bisa meluangkan waktunya untukku. Akhirnya aku bisa melanjutkan lukisanku.
Hari itu menjadi hari yang sangat berkesan bagiku. Meskipun tidak menang, aku tetap bahagia. Ternyata mama masih sayang dan peduli padaku. Semua itu karena Gara. Dialah yang membuat mama bisa hadir di hari itu. Tentang Gara, kami tetap menjadi sahabat. Dengan rasa suka, sayang dan cinta sebagai sahabat.
Hai pagi. Hari ini aku mulai lagi perjalanan hidupku. Harapan yang baru, kisah yang baru, tawa yang baru serta semangat yang baru. Dan kepada malam, aku sangat berterima kasih karena telah menemaniku bersedih. Aku tidak akan takut untuk terjatuh lagi. Don’t stop when you’re tired, stop when you’re done.
~~~

Monday, 14 October 2019

Handmophobia




Oleh: Panrita75
Suatu pagi….
Saya, Pak!” kataku bersemangat sambil mengancungkan tangan tinggi-tinggi.
Pak…Saya, Pak! Ucapku sekali lagi, bahkan sedikit meninggikan suara.
Tapi, suaraku seperti tertelan angin. Saat ketiga kalinya, aku mengancungkan tangan dan dia tidak peduli. Akhirnya aku tidak bertanya lagi. Kejadian itu sudah memasuki tahun kedua, tapi begitu membekas dan sejak itu mereka tidak pernah lagi melihat aku mengacungkan tangan. Jangankan mau bertanya, hanya untuk sekadar menjawab hadir pun aku tidak mengangkat tangan lagi.
Kecewa, sedih, disepelekan, terhina adalah sederetan kata yang aku pilih untuk menunjukkan betapa rasa itu tidak tergambarkan secara pasti. Saat orang tuaku melihat satu gelagat aneh yang terjadi di luar kebiasaanku yang periang, mereka dengan sigap membawaku ke dokter.
“Sakit apa anak kami, Dok?” ayahkk memulai dengan tidak sabar, saat dokter keluar dari ruangan berwarna putih itu.  Ibuku mengikuti dengan pertanyaan sama.
Merasa ditodong pertanyaan, sang dokter spesialis penyakit dalam itu menjawab
“Saya kuliah kedokteran empat tahun, dan melanjutkan spesialisasi penyakit dalam. Saya juga memiliki gelar kehormatan sebagai dokter tamu di beberapa Universitas di daerah ini”
Si dokter Spesialis tidak melanjutkan, ia batuk-batuk kecil terlebih dahulu.
Melihat ada jeda, ayahku langsung bereaksi bertanya mendahului ibuku.
“Maksudnya, Dok! Saya tidak mengerti!”
“Ia dong, Dokter. Apa hubungan kuliahnya dokter dengan penyakit anak kami!”  Kali ini ibuku segera menimpali, tentu dengan nada agak tinggi
Si dokter spesialis, perlahan mundur ke belakang agak menjauh dari dua orang yang sedang tidak sabaran ini. Padahal Ia tadi hanya jeda saja sedikit untuk batuk-batuk kecil.
“Ah, Bapak dan Ibu tenang dulu. Saya ini baru mau menjelaskan. Ayo silakan duduk dulu!”  katanya sambil mendorong kursi depan mejanya, sembari ia juga kemudian duduk di belakang meja kerja berwarna biru tua dengan tumpukan alat kedokteran di atasnya.
“Begini, Pak, Bu!” ia kemudian menjelaskan panjang lebar tentang kondisi yang menurutnya adalah gejala baru dalam dunia kedokteran. Penjelasan  ini membuat ayah dan ibuku melongo tak karuan.
Dokter spesialis itu menjelaskan bahwa aku tidak kurang satu apapun. Bila dilihat secara fisik aku sehat walafiat. Dokter memang telah bertanya macam-macam tentang berbagai gejala yang boleh jadi dapat ia jadikan pengambilan kesimpulan. Akan tetapi, seratus persen ia tidak mendapatkan jawaban yang memadai untuk dijadikan alat diagnosa.
Bila Polisi hanya butuh dua alat bukti untuk menetapkan tersangka. Dokter tidak bisa begitu, Ia butuh berbagai macam keluhan untuk ia sambungkan menjadi satu rangkaian diagnosa. Dan si dokter spesialis tidak menemukannya pada diriku.
“Bila berkenan, kami akan melakukan cek lengkap terhadap anak Bapak! Saya akan panggil koleg saya dari berbagai bidang spesialisasi.” Katanya meyakinkan Ayah dan Ibuku.
Demikianlah akhirnya aku ter-terungku dalam ruang putih di salah satu rumah sakit ternama di kota ini. Di luar sana teman-temanku bertanya-tanya, memang separah apa sakitku sehingga harus mendiami bilik rumah sakit, padahal bila dilihat aku biasa-biasa saja. Rifaldi temanku malah penyakitnya bengek kambuhan, batuk saban hari tapi dokter tidak menyuruhnya tinggal di rumah sakit. Atau Ical penyakitnya gatalnya sepertinya luar biasa parahnya, garukannya membahana di kelas tiap sampai semua orang geri melihatnya menggaruk. Tapi, dokter tidak menyuruhnya juga tinggal di rumah sakit. Sebenarnya aku sakit apa.
Berbagai pemeriksaan dilakukan oleh beberapa dokter spesialis. Aku seperti kelinci percobaan mereka. Disuruh begini, begitu. Sampai akhirnya sudah dua minggu dan hari ini adalah janji mereka kepada ayah dan ibuku untuk menjelaskan duduk persoalannya.
“Baiklah kami akan sampaikan diagnosa kami setelah melakukan serangkaian pemeriksaan secara terintegrasi dari beberapa dokter spesialis.” Seorang dokter yang kelihatannya sudah berumur dan pastinya paling senior di antara dokter-dokter yang duduk disekitar kami.
Panjang lebar dokter tua itu menjelaskan, berbagai argumentasi medis. Sampai-sampai beberapa refrensi berbahasa Inggris dan Spanyol terselip disela penjelasannya yang panjang kali lebar.  Hal ini membuat ibuku yang dari tadi sudah mulai sebal dengan penjelasan-penjelasan itu tiba-tiba.
Brakkk…ibuku menggebrak meja di depan dokter tua itu.
“Tolong, Dok! Berhenti menjelaskan, dan katakan dalam bahasa Indonesia apa nama penyakit anak kami!  Titik!” suaranya meninggi disertai napas memburu.
Dokter tua mengurut dada, belum hilang rasa kegetnya karena gebrakan meja di kesunyian ruangan. Kini ia mendapatkan teriakan keras dari ibuku, bak macan betina yang lagi marah.
“Handmophobia!” seorang dokter muda berseru
Semua orang berbalik. Tampak dokter muda itu membantu si dokter tua yang lagi shok di depan ayah dan ibuku.
“ya..itulah nama penyakit anak ibu!” kini dokter tua itu angkat bicara dan membenarkan ucapan koleganya.
“Penyakit apa itu, seumur-umur baru kami mendengar nama penyakit itu!” ayahku bergumam tak jelas sambil memandangi semua dokter di ruangan itu.
Maka dokter tua yang tadi menjelaskan panjang lebar segera mengambil kendali lagi. Ia menjelaskan bahwa Handmophobia adalah satu penyakit kejiwaan yang berhubungan dengan orang-orang yang  bertanya mengacungkan tangan tinggi-tinggi tetapi tidak mendapat respons dari orang-orang di sekitarnya.
Dan anak Bapak, kata dokter tua itu, pernah mengalami ini di sekolahnya setahun yang lalu. Ia mengacungkan tangan dengan bersemangat untuk bertanya. Tapi gurunya tidak peduli bahkan seperti tidak mengindahkannya dalam ruangan itu. Rasa kecewa itulah yang dibawahnya sampai saat ini. Dokter itu menutup sesi itu dengan cepat-cepat memberesi buku-buku di depannya, kemudian berlalu dengan cepat bersama dokter lainnya meninggalkan ayah dan ibuku yang sedang melongo tak karuan. Di luar pintu tiba-tiba ia berhenti dan setengah berteriak.
“Itu tidak  ada obat medisnya, maaf…kami tidak bisa mengantar Bapak dan Ibu keluar dari ruangan ini!” katanya ketus sambil berlalu.
“Handmophobia… Handmophobia …hanya karena tidak di pedulikan saat bertanya anak kita jadi cacat mental, Bu!” kata ayahku sambil menutup muka sedihnya.
“Ia, Pak” sahutnya yang dibarengi dengan deraian air mata.
Akhir yang teragis bagiku. Tidak ada obatnya….Saban hari ketika kubuka jendela kuhirup udara pagi. Kusaksikan teman-teman SMA-ku berangkat ke sekolah dengan riang. Aku hanya terduduk dan tidak peduli lagi dengan sekolah. Dalam hatiku aku berdoa semoga tidak ada lagi guru yang tidak peduli pada siswanya saat mengacungkan jari untuk bertanya seperti diriku ini.
--tamat---




Tuesday, 17 September 2019

First Love

Oleh : Andi Naifah Nailah
              Bahagia,ya itulah satu kata yang cocok untuk mewakili suasana saat ini.dimana ini adalah hari pertama rani menggunakan seragam abu-abu miliknya.ya sekarang rani telah berusia 16 tahun.
            “kamu sudah siap nak?”tanya bunda sambil memberikan sepotong roti dipiring rani.
            “siap banget malah bun,”jawab rani dengan nada girang.

            Setelah sarapan dan berpamitan kepada orang tua nya,rani segera menuju ke sekolah diantar oleh pak tejo satpam rumah Rani.Sesampainya di sekolah barunya, Rani segera mencari kelas yang akan ia tempati menunut ilmu.Rani berjalan dengan hati yang sangat girang sehingga dengan tidak sengaja ia menabrak seorang laki-laki dan semua buku yang dibawah oleh laki-laki tersebut berantakan.
            “Maaf, saya tidak sengaja”jawab Rani ketakutan setelah membantu laki-laki itu memungut bukunya
            “ya,tidak apa-apa”jawab lelaki tersebut dingin sambil memungut sisa buku yang berantakan.

            Kemudian mereka berdiri secara bersamaan..Rani terkejut bukan main karena lelaki yang ditabraknya itu adalah lelaki yang pernah ada dalam hidupnya dan masih ada ya,dia adalah rezky febriansyah kakak kelas rani sewaktu masih menduduki kelas 1 smp sekaligus lelaki itu adalah CINTA PERTAMANYA. Rani tidak mampu lagi berkata-kata, mulut dia seakan kaku untuk berbicara.bagaimana tidak lelaki yang didepannya ini adalah orang yang selama ini ia cari,orang yang selama ini memberikan ketidakpastiannya pada rani.Rani baru saja inign menyapanya tapi lelaki itu langsung pergi menjauh tanpa mengucapkan sepata kata pun lagi.Betapa hancurnya Rani ketika mengetahui orang yang selama ini ia tunggu tak megenalinya sama sekali.
            Rani berjalan ke kelas dengan gontai,tadi setelah rani menabrak Rezky ia tanpa sengaja melihat penempatan kelas dan mendapatkan namanya di kelas X.3.Rani duduk dibangku kosong disamping seorang wanita.Rani  dan wanita itu memperkenalkan diri.ternyata nama wanita itu ada Riska.sejak dari itu,Rani dan Riska sudah menjalin ikatan persahabatan.Di mana ada Rani, disitu ada riska begitu pun sebaliknya
Suatu ketika Riska berbicara dengan Rani. Riska mengatakan ia menyukai kakak kelas disekolah ini. Tapi ia tidak mengetahui nama kakak kelas tersebut sehingga ia hanya dapat menyebutkan ciri-ciri dari orang tersebut. Dari ciri-cirinya Rani dapat menyimpulkan bahwa orang yang Riska sukai itu adalah cinta pertamanya. Tapi,Rani tidak ingin memberitahu riska sebenarnya karena ia takut persahabatan yang ia jalin dengan riska akan rusak.

            “Rani....”kata Riska berbisik sambil melambaikan tangannya di depan wajah wanita itu karena setelah mendengarkan cuehatan Riska tadi,Rani hanya melamun.
            “Ehh...iyya Ris”Kata Rani kaget.
            “Kamu denger aku kan”Kara Riska kepada Rani.
            “Ehh...dengar kok”
           
            Suatu hari ketika Riska sakit dan tidak masuk sekolah, Rani duduk sendiri di bangkunya dan tiba-tiba ada seorang lelaki yang bernama dimas.Dimas adalah teman sekelas Rani sekaligus ketua kelas rani. Dimas duduk disamping rani ketika pembelajaranm berlangsung. Rani yang dari tadi kebingungan pun akhirnya bertanya kepada Dimas kenapa ia tiba-tiba ingin duduk disamping Rani. Tetapi, Dimas hanya menjawab dengan santainya bahwa ia cuman ingin duduk di kursi itu saja tidak lebih.
            Ketika pembelajaran berlangsung, siswa dari kelas X.3 diharuskan ke perpustakaan. Ketika sampai di perpustakaan, Rani dengan tidak sengaja menabrak kembali seorang laki-laki dan laki-laki itu adalah Rezky.
            Ketika Rani ingin melarikan diri, tangannya dengan cepat ditarik oleh Rezky menuju samping perpustakaan yang sepi.
            “Bagaimana kabarmu?”tanya rezky
            “Ba..aa.i...kk kak”kata Rani terbata-bata.
            
            Setelah itu,Rani bergegas pergi meninggalkan Rezky yang tengah berdiri ia takut jika Rezky akan menanyakan sesuatu hal yang tidak ingin ia jawab saat ini. Rani merasa sangat gugup bagaimana tidak Rani bertemu lagi dengan orang yang pernah ada dalam hidupnya. Rani mengira bahwa Rezky sudah tidak mengenalinya lagi. Tapi ternyata Rezky masih mengigatnya. Rani tidak tau apakah ia harus merasa senang atau bagaimana.
            Keesokan harinya, Rani kembali menuju sekolah dengan sedikit semangat. Rani mencoba untuk melupakan  hal-hal yang terjadi kemarin. Setelah Rani sampai di sekolah, Rani dihadiakan dengan sebuah kejutan yaitu Riska sahabatnya sendiri tengah tertawa terbahak-bahak bersama dengan Rezky. Mereka kelihatan begitu senang tanpa memikirkan keadaan sekitar dunia seakan milik mereka berdua. Rani berjalan melewati mereka dengan sedikit tertunduk menahan isak tangisnya. Tetapi, Riska dan Rezky seolah tak melihat kehadiran Rani di sekitar situ.
            Sesampainya di dalam kelas, Rani segera duduk dan membuka buku mata pelajarannya karena sebentar lagi jam pelajaran olahraga akan dimulai. Rani tidak ingin mengigat kejadian tadi ia takut jika ia akan mengingat kembali kenangannya bersama dengan Rezky di jaman SMP nya. Tetapi tiba-tiba pintu kelas terbuka dan menampilkan Dimas yang sedang berdiri di dekat pintu .Dimas mengumumkan bahwa hari ini adalah pelajaran praktek dan seluruh siswa diharapkan untuk menggunakan seragam olahraganya.
            Setelah sampai di lapangan,kelas X.3 melakukan pemanasan terlebih dahulu sambil menunggu guru olahraga yang akan mengajar. Ketika Rani melakukan pemanasan ia terkejut ketika melihat Rezky dan juga ketiga temannya berada dilapangan dengan menggunakan baju olahraga juga. Rani melihat ke arah Riska yang sejak dari tadi tidak pernah menyapanya. Riska tengah tersenyum manis saat melihat Rezky di lapangan sekolah. Pemanasan awal yang dilakukan adalah berlari mengelilingi lapangan selama 10 kali. Di tengah pemanasan, Rani selalu memikirkan kejadian tadi, entah mengapa ada rasa sesak di dadanya ketika melihat cinta pertama sedang bemesraan dengan sahabatnya itu.
            Di putaran ke 5, tiba-tiba Rani merasakaan kepalanya sakit seakan ditusuk jarum. Rani tak kuasa lagi, menahan penglihatannya seakan mulai gelap dan akhirnya dia terjatuh.
            Ketika Rani tersadar, ia melihat sekelilingnya berwarna putih yang ia yakini adalah rumah sakit. Rani mendengarkan percakapan lelaki yang tidak asing lagi baginya yaitu Rezky. Dokter bercerita kepada Rezky bahwa penyakit yang di derita oleh Rani tersebut yaitu kanker otak stadium akhir dan harus menjalankan kemoterapi selama beberapa bulan. Betapa hancurnya hatinya mendengar penyakit yang ia derita itu.
            Rani mendengar pintu terbuka dan menampilkan sesosok lelaki yang dari dulu ada dalam hidupnya. Rezky menampilkan keadaann yang begitu acakan, dengan mata yang merah seperti habis menangis. Rezky tiba-tiba memeluk Rani yang sedang terbaring lemah disana. Rezky selalu menyalahkan dirinya sendiri. Karena dirinya lah yang menyebabkan rani seperti ini. Seandainya ia tidak berpura-pura menjauhi Rani dan tidak berpura-pura seolah ia tidak peduli lagi dengannya tapi jauh dari lubuk hatinya ia sangat mencintai perempuan yang saat ini dipeluknya. Ia bahkan hanya menanyakan keadaan Rani lewat Riska. Ya, Riska sudah mengetahui semuanya dan ia rela jika harus melepaskan Rezky demi sahabatnya Rani.
            “Sabar yah kamu harus kuat”kata rezky dengan penuh isak tangis.
            “Apa itu benar?”Kata Rani
            Tanpa mengubris pertanyaan Rani,Rezky tetap memeluk Rani erat.
           
          Setelah beberapa bulan kemudian Rani melakukan kemoterapi. Satu persatu dari rambutnya rontok. Rani selalu ditemani oleh Rezky jika ingin melakukan kemoterapi. Jika Rani ke sekolah ia selalu diantar jemput oleh Rezky dan akhir-akhir ini seluruh perhatian Rezky terpusat ke Rani.
            Setelah beberapa bulan menjalani kemo terapi, Rani dinyatakan bebas dari dokter. Rani sangat senang begitupun dengan Rezky, ia merasa pengorbanannya selama ini terbayar. Setelah ke rumah sakit, Rezky memtuskan untuk tidak membawa Rani pulang ke rumah. Ia lalu membawa Rani ke sebuah restoran. Setelah memasuki restoran tersebut Rani dibuat heran karena gelapnya ruangan tersebut dan Rezky telah menghilang di belakangnya.
            
         “Rezky kamu di manaaaaaaaaa?”Teriak Rani. Rani sudah merasa ketakutan karena tidak adanya orang yang mendengarkannya. Namun tiba-tiba lampu menyala dan tampak seorang lelaki yang sedang duduk di atas panggung sambil menyanyikan sebuah lagu.

Betapa bahagianya hatiku saat Ku duduk berdua denganmuBerjalan bersamamuMenarilah denganku

Namun bila hari ini adalah yang terakhirNamun ku tetap bahagiaSelalu kusyukuriBegitulah adanya
Namun bila kau ingin sendiriCepat cepatlah sampaikan kepadakuAgar ku tak berharapdan buat kau bersedih
Bila nanti saatnya t'lah tiba Kuingin kau menjadi istriku Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan Berlarian kesana-kemari dan tertawa
Namun bila saat berpisah t'lah tiba Izinkanku menjaga dirimu Berdua menikmati pelukan diujung waktu Sudilah kau temani diriku
Namun bila kau ingin sendiriCepat cepatlah sampaikan kepadaku Agar ku tak berharapdan buat kau bersedih
Bila nanti saatnya t'lah tiba Kuingin kau menjadi istriku Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan Berlarian kesana-kemari dan tertawa
Namun bila saat berpisah t'lah tiba Izinkanku menjaga dirimuBerdua menikmati pelukan diujung waktu Sudilah kau temani diriku Sudilah kau menjadi temanku Sudilah kau menjadi istriku

            
          “Lagu ini untuk wanita spesial yag sedang duduk di sana”Kata Rezky dan kemudian semua mata menyorot ke Rani.
            “Rani,will you my girlfriend?”Kata Rezky
            “Yes,,,I wi ll “ Kata Rani terbata-bata
            “Jadi sekarang kita pacaran kan?”Goda Rezky yang membuat pipi Rani merona.


Monday, 16 September 2019

Saat Senja Datang Kembali Menyapa


                                                                    oleh : Siti Aryana
Mungkin sebagian orang akan mengira jika senja adalah ciptaan tuhan sebagai akhir dari cerita hari ini. Tapi tidak bagiku. Entah sejak kapan, aku mulai mengagumi senja. Menurutku senja bukan hanya penutup atau akhir cerita saja , tapi senja adalah secerca cahaya membentuk garis berwarna jingga nan elok di ujung barat. Itu dulu, sebelum takdir merenggut nyawa orang yang ku sayang. Kini senja tak tampak indah di mataku. Entah mengapa senja menjadi hal yang paling ku benci dan tak ingin ku saksikan . Saat senja datang menyapa, aku merasa senja sengaja datang agar aku kembali mengingat kenangan yang dulu dan saat itu juga aku mulai merasa, jika senja yang indah itu hanya sebagai pengingat tentang masa lalu kita , tentang kenangan yang seharusnya kita hempaskan kembali terulang.... semua itu karna SENJA....
***
            “ Aduhh... laras cepetan !!! sebentar lagi bel masuk , kamu mau terlambat ??? “ celoteh Dinda  yang sedari tadi di depan kelas
            “ Iya Dindaku yang cantik , manis ,seperti kue. “ ucapku berlari kecil ke pintu menemui Dinda yang tengah berwajah cemberut .

Kenalkan , aku Ayu Larasatih atau biasa di panggil laras dan yang sedang bersamaku ini sejak SMP adalah Adinda wardanih atau biasa di panggil Dinda. Kami berdua tengah menuju ke kantin sekolah . Oh iya , aku sekolah di SMA NEGERI 1 Jakarta.Salah satu sekolah paling elit se-Jakarta. Aku, bisa di bilang murid baru/murid pindahan dari Jogjakarta dikarenakan ayahku berpindah tugas ke Jakarta. Maklum karna ayah adalah seorang arsitek terkenal.

            “ Eh, kemarin kak Hanbin ngajak aku ketemuan lo.” Ucapnya dengan wajah berseri-seri
            “ Kamu udah jadian sama dia ? “ tanyaku penasaran
            “Iyalah, emangnya kayak kamu nggak pernah pacaran .Dasar jomblo gak laku lagi,hhhhh ” ucapnya sambil menjulurkan lidah, kemudian keluar berlari
            “ Awas kamu .....DINDA....” aku mengejarnya keluar dari kelas
            “ Yaa coba aja kalau kamu bisa tangkap aku!!! “ serunya di luar kelas
            “DINDA....” seruku juga dan...
            “Aw... “ sepertinya aku tak sengaja menabrak seseorang dengan keras
            “Maaf..kamu nggak apa-apa kan ? “ ucapnya sambil menyetarakan wajahnya dengan wajahku
            “Siapa sih kamu? Pakai nabrak lagi ? nggak liat apa aku lagi kejar sese...hmm seseorang “ ucapku terhenti ketika aku memandang wajahnya, MasyaAllah....ganteng, mungkin tak cukup untuk mendekskripsikan ketampanannya.
            “Hey.. kamu nggak apa- apa kan ?“ sambil melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.
            “Ahh...iya,iya aku nggak apa-apa kok . kalau gitu aku permisi dulu ya” ucapku  menunduk menahan malu seraya namun tanganku langsung ditahan oleh dia
            “ Tunggu dulu, nama kamu siapa?” ucapnya dengan alis yang diangkat. Aku suka sekali melihatnya
            “Hmmmm.......” aku masih berfikir
            “Aku nggak bermaksud apa-apa kok, siapa tau kamu butuh bantuan dari aku, aku bisa bantu kamu kok, nama aku andy, Ahmad Syafriandi kalau kamu?”ucapnya dengan seulas senyum menawan miliknya
            “Aku...Ayu Laraswati.” Ucapku berlalu meninggalkannya
***
            Dari berjuta-juta umat yang menyukai senja, akulah salah satunya. Senja adalah salah satu momen yang tak terlupakan olehku. Disini aku tengah berdiri ditepi pantai Ancol, salah satu wisata alam yang banyak diminati oleh banyak orang. Senyumku tak pernah pudar memandangi maha karya tuhan satu ini. Walau setiap hari aku kesini tapi rasanya aku tak pernah bosan memandanginya. Dulu semasa kecil, aku selalu ke pantai bersama seseorang. Kami mengahabiskan waktu sore kami dengan bermain bersama, aku dan dia sama-sama penyuka senja . Waktu itu aku sangatlah bahagia karna dapat mempunyai teman. namun setelah dia pindah ke jakarta, aku sangatlah kesepian. Dan sebenarnya, salah satu alasanku untuk pindah ke Jakarta bukan hanya karna orang tuaku tapi karna untuk mencarinya walau aku tau bahwa mustahil untuk mencarinya di kota sebesar ini.

            “Kakak.. ada titipan surat dari orang .” lamuanku buyar mendengar ucapan anak kecil yang menghampiriku saat ini.
            “Dari siapa dek ?” tanyaku padanya
            “Katanya kakak harus baca dulu .” ucapnya
            “Makasih yaa....” ucapku sambil tersenyum kearahnya
            Ternyata kamu penyuka senja juga ya.” aku terheran siapa lagi orang yang iseng mengirimiku surat beginian
            “Hey..ayu ya?” ucapnya
aku mendongakkan kepalaku, tatapanku langsung tertuju pada senyum hangat itu lagi .
            “Kamu lagi...ngikutin aku ya ?” tanyaaku padanya
            “Eh? aku nggak ikutin kamu kok aku tuh memang sering kesini, kamu ngapain kesini?” tanyanya padaku
            “ Emangnya kenapa kalau aku datang kesini, kamu marah ?” cetusku padanya
            “Ternyata kamu sedikit pemarah ya ?” ucapnya seraya tersenyum kearahku
            “Bukan sedikit tapi banyak!!!” bentakku  padanya
            “Jangan suka marah-marah nanti cepat tua lo “ ucapnya dengan senyum jail. Bersamaan dengan itu, aku langsung teringat dengan seseorang yang sangat kurindukan sampai saat ini
            “Biarin aja “ cetusku padanya. Aku berlalu meninggalkannya dia karna aku sedikit emosi mendengarnya
            “Hey tungguin...”teriaknya padaku
            “Kamu suka senja juga ya ?” tanyanya padaku. Ketika langkah kaki kami sejajar
            “ Ya, aku sangat suka senja, senja selalu indah untukku. kalau kamu bagaimana ? “ tanyaku padanya. Dia sempat berfikir
            “Aku juga suka senja. Aku pikir, satu hari sudah kulewati moment terbaiknya ialah senja. “ucapnya padaku
            “Kamu fotografer ya?” tanyaku padanya
            “ Iya nih, hobinya aku. kamu mau aku foto?” ucpanya padaku
            “Boleh ?” ucapku polos padanya
            “hahahah....iya boleh Ayu. Aku yang nawarin masa nggak boleh sih.” Tawanya
            “Baiklah...” ucapku sedikit malu. Aku mulai mengambil pose dan dia mulai memotretku
            “Posemu kebanyakan konyol nih, lihat deh “ ucapnya sambil mengulurkan kameranya kepadaku
            “Hahahah...iyya nih, aku kelihatan gimana gitu. ..” tawaku terus berlanjut tanpa kusadari bahwa seseorang tengah menatapku penuh hangat hingga sore itu aku habiskan berdua dengan dia, Andy.
***
            Seperti biasa aku selalu saja terlambat masuk kelas . Peluh di dahiku terus meluncur dengan deras hingga aku sampai di bangku kelas.
            “Selamat datang ratu keong! Dasar lambat! Udah tau jam pertama nanti bapak Syarif masih aja suka terlambat. “ seperti biasa Dinda akan berceloteh panjang mengenai diriku.
            “Iya manis kayak gula jawa, ini terakhir kalinya kamu lihat aku terlambat, besok-besok aku pasti nggak akan terlambat lagi deh.” Ucapku ditambah senyum manisku
            “Alasan aja terus “ cetusnya. Walaupun Dinda terus tapi aku yakin dia agak sampai berhenti untuk jadi teman baikku.
            “Dinda, kamu tau gak?” tanyaku padanya
            “Gak tau “ ucapnya sambil menulis tugas dari pak Syarif
            “Ihhh...dengerin dulu, kamu tau Andy gak?” tanyaku padanya .seketika dia langsung berbalik kepadaku
            “Kamu deket sama dia? Andy anak kelas sebelah kan?” tanyanya balik kearahku
            “Nggak tau tu kalau dia anak kelas sebelah.” Ucapku padanya
            “Jangan bilang kalau kamu deket sama dia kan?” tanyanya kepadaku penuh semangat
            “Nggak ah, aku nggak deket sama dia kok!” ucapku kepadanya. Aku memang sudah mengira kalau respon dari pasti akan seheboh ini.
            “Alhamdulillah, akhirnya Ayu kita sudah laku.”ucapnya padaku dengan mata berbinar-binar
            “Apaan sih Dinda jangan ribut tau, laku-laku lo kira gue barang apa!” teriakku padanya
            “Hahaha...udahlah Ayu gue tau kok. Namanya aja baru disebut muka udah kayak kepiting rebus tuh.” Ucapnya meledekku. Aku langsung menaboknya memakai buku
            “Aduuhhhh..iya iya Ayu aku nyerah. Dengerin yah..setahu aku sih Andy tuh anak fotografer, fotonya tuh bagus-bagus bahkan ada perusahan yang mengkontrak Andy dan gajinya lumayan banyak loh. Dia itu anak yang baik, ramah, setahu gue belum ada tuh cewek yang berhasil jadi pacarnya. Selalu aja ada cewek yang berhasil dibuat patah hati karna dia mutusin mereka. “ ucap Dinda dengan mimik wajah serius
            “ Sepertinya julukan  jomblo bakal berakhir pada Andy dan kamu ” Lanjutnya sambil tersenyum jahil kepadaku.
            “Apasih..gaje deh.” Ucapku kepadanya. Dan akhirnya bel masuk kelas pun akhirnya berbunyi menghentikan percakapan kami berdua.
***
            Sepulang sekolah, di sore hari kali ini aku berencana datang ke cafe untuk membeli kopi vanilla latte kesukaanku lalu menuju ke pantai seperti rutinitasku. Diantar oleh sopir pribadiku sendiri, akhirnya aku tiba di kafe favoritku. Sambil menunggu kopiku jadi, aku memainkan handphone. Tanpa sadar, sebuah tangan menepuk pundakku
            “Ahhhhhhh....” aku teriak karna terkejut
            “Hey tenanglah ayu, ini aku andy” ucapnya dengan senyum ramahnya
            “Hufffft...aku kira siapa, kamu sih bikin kaget aja. “gerutuku padanya
            “Hahaha...maaf Ayu, muka kamu lucu juga kalau kaget. Kamu pesan apa?” tanyanya
            “Ohh..aku pesan vanilla latte, kalau kamu?” ucapku
            “Aku pesan carabian nute. Habis ini kamu mau kemana ?” tanyanya
            “Aku mau ke pantai, lihat sunset lagi.”ucapku
            “Kalau gitu bareng aku aja, aku juga mau kepantai mau ambil foto, gimana ?” tanyanya
            “Boleh deh.” jawabku
***
            Sesampainya dipantai, kami mengambil tempat duduk yang tak jauh dari pantai. Aku menikmati pemandangan sekitar. Klik..
            “Andy, kamu foto aku ya?” tanyaku
            “Heheh sorry Ayu, soalnya kamu kelihatan cantik sih.” Ucapnya. Entah mengapa mendengar Andy mengucapkannya membuatku teringat kembali kepada seseorang.
            “Hey kok kamu melamun sih .” ucapnya menyadarkanku dari lamuanku
            “Andy, mendengarmu mengucapkan kata-kata itu membuatku selalu teringat seseorang. Dia seseorang yang selalu kurindukan. Seandainya saja aku bisa bertemu dengan dia mungkin akan terasa lengkap sore hari ini. “ ucapku dengar air mata yang mulai turun di pipiku
            Andy terdiam tak juga merespon perkataanku, dia hanya terus memandangku kemudian memegang tanganku.
            “Ayu....sebernarnya selama ini aku selalu mengikutimu. Bukan karna apa tapi ada satu hal yang harus aku sampaikan kepadamu. Aku mengenal seseorang yang kamu cari itu. Dia adalah teman baikku. Dia selalu bercerita tentangmu kepadaku, Ayu. Ternyata dia benar, kamu adalah wanita yang baik, ramah dan juga pemarah. Kami biasa menghabiskan waktu berdua disini, dipantai ini. Dia bercerita, kalau kamu juga penyuka senja dan kenangan terbaiknya selama hidupnya ialah menghabiskan waktu senja berdua denganmu.tapi...beberapa tahun kemudian, tuhan memanggilnya pulang karna sebuah kecelakaan di saat di hendak kemari dan dia menitipkan surat kepadamu. Setelah kepergiannya aku selalu datang kesini dan berharap aku bisa bertemu denganmu. Ternyata Fatur benar, setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya aku bisa menemuimu di sini.“ ucapnya dengan air mata memenuhi wajahnya sambil memberikan sebuah surat berwarna hijau muda kepadaku

.
Dear Ayu laraswati...

Aku tau kamu pasti akan datang menemuiku di Jakarta. Aku pun tau jika kamu sudah membaca suratku ini maka aku sudah berpulang....jangan sedih Ayuku, aku tak ingin kamu menangisiku. Aku ingin kamu menangis bukan karna kita sudah berakhir tapi aku ingin kamu tersenyum karna aku dan kamu pernah Bersama. Terima kasih untuk kenangan yang sudah tercipta diantara kita, itu adalah hal yang terindah dalam hidupku. Semoga kamu bahagia bersama orang yang layak membahagiakanmu, menemani hari-harimu melewati suka dan duka, Bersama melihat senja dan menghabiskan waktu hingga hari tua. Aku sangat mencintaimu.....terima kasih Ayuku......

Love


Fathur rahman.

Aku menangis sejadi-jadinya. Kupeluk erat kertas yang kini sudah basah dipenuhi air mata olehku. Hari ini senja tak lagi indah bagiku. Hari ini senja adalah saksi bisu betapa kehilangannya aku oleh orang yang kurindukan selama ini....